Jumat, 25 Mei 2018

Cerita Kesederhanaan Artidjo Melawan Teror Sampai Santet


Sogo4d - Artidjo Alkostar menyampaikan salam perpisahan dari Mahkamah Agung. Setelah 18 tahun menjadi hakim agung, Artidjo pensiun.

Artidjo yang dikenal 'garang' mengadili kasus-kasus korupsi ini resmi pensiun pada Selasa (22/5). Artidjo terakhir kali bersidang pada Jumat (18/5), dengan total menangani 19.708 berkas perkara.

"Saya telah meluangkan waktu untuk berkhidmat kepada MA ini khususnya dalam penegakan hukum di MA. Tentu masih banyak kekuarangan, untuk selanjutnya saya kira mudah-mudahan MA menjadi lebih baik," kata Artidjo di ruang Media Centre Mahkamah Agung (MA), Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (25/5/2018).

Setelah purna tugas, Artidjo memilih kembali ke kampung halaman. Artidjo sudah mantap melepas dunia hukum yang selama ini digelutinya.

"Jadi saya akan pulang kampung memelihara kambing. Nggak muluk-muluk. Pulang kampung," katanya.

Artidjo kepada wartawan juga membuka cerita perjalanan sebagai hakim agung. Artidjo mengaku kerap mendapat ancaman selama menjadi hakim agung.

"Kalau mengancam saya itu salah alamat. Pertama, saya sejak menjadi advokat yang tidak punya kekuasaan saja tidak pernah takut gitu, tidak pernah," katanya.

Pada tahun 1992, Artidjo pernah diancam akan dibunuh pada malam hari oleh 'ninja' di Dili, Timor Timur. Namun teror itu tidak terjadi.

"Pernah mau dibunuh saya jam 12.00 malam. Tapi Allah SWT melindungi saya yang didatangi oleh 'ninja' itu, 'ninja' tahu lah di Timtim itu siapa 'ninja'. Itu asisten saya. Keliru. Bukan saya kebal, bukan. Tapi dia keliru. Allah SWT melindungi saya," katanya.

Ada juga teror penembak misterius. Ada yang memberi kabar ke Artidjo mengenai penembak misterius yang mengintai dirinya.

"Waktu saya membela kasus-kasus pembunuhan misterius dulu. Saya pernah diancam, 'Artidjo kamu jangan sok pahlawan, penembak misterius datang ke tempat tidur kamu,' katanya. Tentu ini saya hiraukan," kenang Artidjo.


"Jadi memang background saya tidak memungkinkan saya diancam. Sejak kecil saya sudah menjadi joki karapan sapi, berkelahi gulat, dan silat. Jadi tidak memungkinkan. Darah Madura saya tidak memungkinkan untuk menjadi takut sama orang," tutur Artidjo.

Bentuk teror yang dialami Artidjo bukan hanya ancaman secara langsung. Dia juga pernah diserang lewat ilmu santet, tapi gagal.

"Di daerah saya, orang tua saya lahir di Sumenep di Marengan. Jadi kalau orang akan menyantet saya itu salah alamat juga. Katanya saya pernah mau disantet. Dipake foto saya katakan, 'Wah ini mesti kelas taman kanak-kanak.' Ini saya kira hal-hal yang berbagai hal yang tidak mungkin akan mempengaruhi saya itu ndak pernah. Jadi, sejak jadi advokat, saya sudah kenyang memakan ancaman itu," kata Artidjo.

Artidjo menyelipkan harapan, penggantinya nanti bisa lebih baik. MA juga diharaplkan Artidjo menjadi rumah para pencari keadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar